Suka Duka Loper Koran Di Era Digital

- Jumat, 12 Juli 2019 | 12:48 WIB
WhatsApp Image 2019-07-14 at 20.56.07
WhatsApp Image 2019-07-14 at 20.56.07

ngaders.com, Bandung- Perkembangan media cetak pada era digital seperti saat ini memang mengalami banyak sekali tantangan, terutama dalam hal kecepatan pemberitaan. Dari sekian banyak media cetak yang gulung tikar, ternyata masih ada juga media cetak yang masih bertahan di dalam persaingan dunia daring saat ini. Meskipun dengan adanya kejadian di atas, memunculkan berbagai pandangan, yang salah satunya menyebutkan bahwa media cetak ini akan mengalami kepunahan di masa depan. Keberadaan media digital era ini memang sangat mempengaruhi semua aspek. Mulai dari Ilmu Pengetahuan, Kehidupan politik, sosial, literasi budaya,  hingga menyoal  pertahanan dan keamanan yang dengan sangat mudah ditembus dengan era teknologi yang begitu pesta ini. termasuk salah satunya yitu perkembangan ekonomi, yang juga cukup banyak terpengaruh dari adanya perkembangan teknologi dan media di era digital ini. Yah, seperti yang kita tahu ketika dahulu kala media cetak ini yang menjadi raja pemberi informasi pada seluruh kalangan masyarakat, namun kini sudah mulai berkurang. Bahkan, banyak perusahaan media cetak ini yang malah gulung tikar karena tidak bisa bertahan di dunia daring saat ini. hal tersebut juga mempengaruhi kepada oplah dan juga pekerjaan seseorang. Oplah media cetak ini mengalami penurunan, dan berdampak pada loper Koran yang kurang juga dalam hal penjualan korannya, karena saat ini informasi sangat dengan mudah bisa didapatkan dimanapun dan kapanpun. Betapa  banyak dampak yang ditimbulkan dari adanya kemajuan teknologi ini. Baik yang positif maupun negative. Salah satu dampak negative yang ditimbulkan dari keberadaan teknologi ini yaitu seperti yang telah terjelaskan di atas. Kehidupan para loper Koran ini sungguh menarik dan menyimpan banyak cerita setiap proses penjualannya. Seperti salah satu loper Koran yang saya temui siang itu, di tempat yang biasa dipakai untuk berdagang itu saat ini sedang mengalami renovasi, sehingga tempatnya berjualan harus turun ke jalan raya. Keberadaan loper Koran yang semakin berkurang juga menjadi salah satu dampak dari adanya perkembangan media di era digital ini. Siang ini, seperti biasanya aku berjalan menuju kampus dan melihat seorang tukang Koran yang selalu mangkal di trotoar dekat  gapura jalan Bekamin. Hatiku tergerak untuk mengetahui lebih lanjut mengenai suka duka nya menjadi tukang Koran di era teknologi yang berkembang pesat seperti ini. Pria yang akrab disapa Pak Wawan (66) tersebut selain berjualan Koran dan majalah, beliau juga terkadang menjadi tukang parkir di gang bekamin bilamana ada motor atau mobil yang akan menyebrang, bahkan selalu mengantarkan orang yang akan menyebrang sampai ke seberang jalan. Beliau adalah salah satu orang yang sudah cukup lama menjadi loper Koran. Sudah 25 tahun pak Wawan ini berkiprah menjadi tukang Koran. Selama 25 tahun ia menajalni profesi sebagai loper Koran ini, telah banyak hal yang dilaluinya.
-
Pak Wawan, Loper Koran yang juga bekerja sebagai tukang parkir di dekat Jalan gang Bekamin, Bandung Pembeli Koran yang semakin hari semakin berkurang. Dia bertutur kalau dulu sekitar tahun 1982-an, Koran itu masih menjadi sesuatu yang sangat berharga, hampir semua orang dari berbagai kalangan itu mencari Koran. Beda sekali dengan sekarang, di masa internet semua orang bisa dengan mudah mendapatkan informasi yang diinginkan. Meskipun, keberadaan Koran ada hingga saat ini karena adanya pelanggan dan pembaca tetapnya. Hari-harinya beliau, sebelum membuka gerobak tempatnya berjualan itu, beliau selalu mengantarkan Koran ke komplek-komplek dari daerah Ci Caheum sampai dengan daerah Suci. beliau merasa kalau pekerjaan menjadi loper Koran ini tepat untuk dikerjakan, dengan umur yang tak lagi muda itu. Pak Wawan bukanlah orang asli Bandung. Beliau sengaja merantau dari Garut ke Bandung untuk mencari pengalaman hidup. Bahkan, sebelum menjadi tukang Koran ini beliau menyebutkan senang berpetualang, bahkan sampai ke Lampung, daerah Sumatera, Jawa, sudah beliau telusuri. Hingga akhirnya beliau mendaptkan istri dari Kota Kembang dan akhirnya menetap di Bandung. Pekerjaan yang digeluti sebelumnya, hanyalah menjadi kuli. Beliau berkata sangat bersyukur, meskipun hanya hidup sebagai penjual Koran tapi beliau bisa menyekolahkan ketiga anaknya hingga berhasil.  Anak pertamanya sudah bekerja di Koperasi, dan anak keduanya saat ini bekerja di kedinasan, sedangkan anak bungsunya masih bersekolah SMA. Ke semua anaknya bisa beliau sekolahkan dari hasil menjadi loper Koran ini. Semangatnya berjualan Koran, menunjukkan bahwa semua orang berhak untuk mendapatkan pengetahuan dan ilmu itu bisa didapat di mana saja juga kapan saja. Selain itu, dengan keyakinan yang teguh dan usaha yang konsisten, semua orang bisa mendapatkan apa yang diinginkan meskipun dalam keadaan yang terdesak sekalipun. (Nia Yuniati)

Editor: Administrator

Tags

Rekomendasi

Terkini

Aliran Bantuan ke Gaza Tetap Terbatas

Kamis, 18 April 2024 | 13:30 WIB
X