ngaderes.com - Di awal tahun ini, Indonesia dihebohkan dengan kehadiran sosok viral yang notabenya masih belia (di bawah umur). Dialah Fajar Labatjo atau yang lebih familiar dengan sebutan Fajar Sadboy, pemuda yang galau atau sedih.
Julukan ini disematkan para warganet yang melihat video ulasan dari kisah naas percintaannya yang berujung kandas, karena diputuskan oleh sang pujaan hati. Di dalam video unggahannya yang mendadak viral tersebut, Fajar yang dalam keadaan menangis mengekspresikan kepedihan hatinya dengan mengatakan celotehan puitis “Cinta memang tidak selamanya indah, tapi setidaknya saya punya perjuangan dihargai,” ungkapnya.
Namun disisi lain, kejadian ini juga sedikit menyayat hati para masyarakat Indonesia. Bagaimana tidak, anak-anak pelajar seharusnya menaruh seluruh perhatian untuk pendidikan, justru harus terbuang habis demi mengurusi masalah yang sepatutnya masih belum pantas untuk diperbincangkan olehnya. Memang cukup dilematis, fenomena ini setidaknya dapat merepresentasikan mutu dan kualitas generasi muda sekarang.
Bagaimana Kolerasi Media Sosial dengan Mentalitas Kaum Remaja?
Berdasarkan laporan We Are Social, di tahun 2022 sedikitnya terdapat 191 juta pengguna aktif media sosial di Indonesia. Angka tersebut meningkat 12,35 persen jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Mengaca dari fenomena tersebut, dapat disimpulkan bahwasanya betapa mudahnya media sosial digapai dan dijamah oleh masyarakat Indonesia.
Media sosial sendiri diciptakan tidak lain agar mempermudah aktivitas manusia dalam berkomunikasi antar sesama. Media sosial juga sebagai mobilisasi rutinitas manusia, tentunya sangat berperan dalam membantu pekerjaan dan tugas manusia untuk memenuhi kebutuhan serta hajat-hajat biologis maupun sosiologinya.
Namun, ketika dikaji lebih mendalam, media sosial juga dapat menyetrumkan energi negatif. Hal ini dapat terjadi, ketika media sosial dipergunakan dengan egoisme tinggi tanpa memperhitungkan baik atau buruknya dampak yang diperoleh. Sebagai contoh, betapa banyak video yang beredar dengan mempertontonkan kisah percintaan yang sangat tidak layak untuk ditonton, alhasil darinya dapat memengaruhi asumsi berpikir kaum remaja yang terefleksi dengan moralitas dan mentalitasnya yang rendah.
Tayangan-tayangan tersebut masuk menjadi suatu rangsangan yang diterima, kemudian menuju daerah visual dalam otak untuk diproses sehingga menghasilkan lukisan dan bentuk yang dilihatnya. Dari hasil potretan tadilah, yang menggerakkan semua pergerakan.
Bermula dari sistem saraf motorik yang berupa rangkaian saraf di otak, tulang belakang, dan jaringan otot yang berperan penting dalam pergerakan tubuh, dan final-nya membentuk suatu bangunan berpikir yang rusak di alam bawah sadar manusia. Kemudian diejawantahkan dengan perilaku dan sikap yang kurang etis, bahkan tidak tepat. Karena sejatinya apa yang dilakukan seseorang itu adalah wujud penjelmaan dari bangunan-bangunan pemikiran yang berada di akal mereka, yang semua itu adalah output dari apa yang telah dialami atau dilihatnya.
Media sosial memang sangat membantu manusia, tapi perlu diketahui bahwa dibalik itu ada kandungan arsenik berupa tayangan-tayangan yang menyimpan racun dan dapat merusak mentalitas seseorang apabila tidak dikendalikan secara bijak. Semua setruman negatif itu dengan mudah membunuh semangat positif seseorang dan bermain dengan pikiran serta emosinya. Mungkin inilah gambaran dari apa yang telah dialami sang remaja penghamba cinta, fajar sadboy dewasa ini.
Penulis: Muhammad Bagus (Mahasiswa Universitas Darussalam Gontor)
Artikel Terkait
Peran KPI terhadap Maraknya Kasus Viral yang Diangkat di TV Indonesia
Dampak Patah Hati Terhadap Psikologis Remaja