ngaderes.com - Beberapa pekan terakhir sosok seorang remaja laki-laki bernama Fajar menjadi topik yang hangat dibicarakan di media sosial karena kisah cinta monyetnya.
Kehadiran Fajar di sosial media mendapatkan banyak sorotan dari berbagai kalangan terutama dari kalangan akademisi.
Dosen sosiologi Universitas Negeri Surabaya (Unesa) Ali Imran turut memberikan tanggapannya dengan adanya fenomena tersebut. Beliau menilai bahwa sosok Fajar ini lumrah terjadi di kalangan remaja Indonesia.
Baca Juga: Indonesia Masters 2023: Leo/Daniel Teruskan Tradisi Juara Ganda Putra
"Tertarik pada lawan jenis itu salah satu cara remaja mengkonstruksi identitasnya. Masa remaja merupakan masa labil seseorang yang mudah sekali menerima informasi atau pengaruh dari luar tanpa ada pemikiran lebih lanjut atau pertimbangan lebih jauh," urainya dikutip dari laman resmi Unesa pada Kamis (19/01/2023).
Dia juga berpendapat bahwa adanya fenomena seperti Fajar ini disebabkan pula karena perkembangan teknologi dan informasi yang membuat seseorang mencari jati dirinya secara sosialisasi sekunder atau Secondary Socialization.
cinta monyet: Lumrah terjadi tapi tidak baik
Ali mengatakan bahwa hal tersebut lumrah terjadi namun tidak baik jika berlebihan, harus ada peran orangtua untuk membimbing dan lebih memperhatikan bagaimana perkembangan anak agar anak tersebut melalui masa remaja yang baik.
Jika dilihat dari sudut pandang Pendidikan, di usia anak yang baru menginjak 15 tahun seharusnya disibukan dengan kegiatan belajar dan fokus terhadap cita-citanya dari pada harus terjebak dalam kisah cinta monyet yang sebenarnya memberi dampak yang buruk untuk dirinya sendiri maupun lingkungan sekitarnya.
Dari fenomena Fajar ini, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) diharapkan mampu membantu mengedukasi masyarakat Indonesia terutama anak-anak dan remaja, dengan menayangkan tontonan yang mendidik. Selain itu mampu mengembangkan bakat dan minat pada diri masyarakat Indonesia.
Baca Juga: Puluhan Tewas dalam Ledakan Masjid di Pakistan
Dunia Pendidikan di Indonesia sangat membutuhkan figure atau contoh yang mampu menginspirasi dan mengeduksi moral bangsa Indonesia. Contoh dengan menampilkan tayangan yang mendidik dan memotivasi banyak remaja untuk giat belajar.
Tayang seperti kejuaraan atau prestasi-prestasi anak-anak Indonesia lainnya, mampu membentuk mindset atau pemikiran anak-anak Indonesia tentang betapa pentingnya peran Pendidikan untuk masa depan bangsa dan negara.
Sebagaimana pepatah dari bung karno, “Seribu orang tua hanya dapat bermimpi. Satu orang pemuda dapat mengubah dunia”.
Artikel Terkait
Lindungi Anak dan Remaja dari Exploitasi Indrustri Tembakau
KPI Ingatkan Pengelola Siaran Televisi Soal Konten Viral yang Menimbulkan Penyakit Sosial, Jangan Diperluas!
KPI Punya Peran Terhadap Kualitas Generasi Anak Bangsa Melalui Pengawasan Penyiaran di Indonesia