Opini - Kita perlu menemukan arah baru dalam memperingati hari Pahlawan. Sehingga, hari sakral ini tak melulu diisi dengan hal-hal yang tak berbekas menjadi refleksi sama sekali. Sakralitas hari pahlawan perlu dipertahankan dengan melakukan kegiatan yang lebih bermanfaat dari sekedar membolak-balik buku pahlawan.
Ini tak berarti mengenang pahlawan itu tak bermanfaat. Justru ia sangat bermanfaat, sebagai kegiatan awal di hari yang sakral ini. Tapi yang jadi persoalan itu : “Setelah mengenang, lalu apa?” Ini pertanyaan serius yang perlu untuk dijawab.
Beberapa orang mungkin akan mengunggah foto bertema hari pahlawan. Itu baik, sebagai bukti memperingati. Tapi itu masih kurang. Beberapa orang lain ada yang memanfaatkan momen ini untuk foya-foya dan boros membeli berbagai barang yang tak diperlukan, dengan dalil mumpung diskon. Kita perlu hal yang lebih konkret dan manfaatnya itu berbekas. Jawabannya ialah seperti yang sudah disinggung di atas : refleksi.
Kita perlu merefleksikan diri. Pertama, kita perlu membandingkan antara apa yang sudah dilakukan para pahlawan di masa lampau, dengan kondisi kita saat ini. Jika dulu para pahlawan bersimbah darah, saat ini kok kita malah asyik berleha-leha? Jika dulu para pahlawan susah payah merebut kemerdekaan, sekarang ini kok kita malah asyik selonjoran, bukannya menjaga kemerdekaan?
Sopan gak sih kita itu kepada para pahlawan? Kok tega sih kita melakukan hal nista seperti itu.
Kita semua perlu hati-hati, takut-takutlah kita semua jika bangsa ini diazab oleh yang maha kuasa. Barangkali, pahlawan-pahlawan kita tidak terima, darah dan nyawa mereka hilang sia-sia hanya demi kita, generasi niradab yang tak tahu kata terimakasih.
Ucapan beribu maaf sudah sepantasnya kita utarakan pada mereka para pahlawan. Tapi, apa gunanya ungkapan maaf jika tak berbuah perubahan dalam perbuatan? Sekarang kita perlu melihat hari esok.
Pahlawan telah memberikan tongkat estafet perjuangan kepada kita sejak kita terlahir di bumi Indonesia. Kita diberi amanah untuk menjaga tongkat itu. Namun, sekarang di mana tongkat itu berada? Adakah kita semua ingat ia ada di mana? Kita perlu mencari barang keramat itu.
Temukan Tongkat Estafet Peninggalan Para Pahlawan
Inilah tahap kedua dari merefleksikan diri. Kita perlu menemukan tongkat estafet peninggalan para pahlawan.
Barangkali, ia terlempar di hutan yang sudah berubah hitam kelam karena pembakaran. Barangkali, ia sedang mengepak sayap di langit-langit penuh polusi karena tak terkendalinya pengelolaan udara bersih. Barangkali, ia ada di dalam perut kerontang fakir miskin yang tak memiliki lagi makanan untuk diolah. Barangkali pula, ia ada di tempat-tempat lain yang kita acuhkan selama ini.
Kita harus mencarinya, kita harus menemukannya. Apapun resikonya. Tongkat itu adalah bukti bagi kita semua bahwa kita tidak durhaka kepada para pahlawan.
Kita perlu kembali menghijaukan hutan, agar kita dapat menemukan tongkat itu dengan mudah. Kita perlu membersihkan polusi di udara, agar kita dapat dengan jelas melihat di mana tongkat itu berada. Kita pun harus memenuhi kebutuhan sehari-hari fakir miskin, agar ia mau memberikan si tongkat estafet dengan suka hati.
Jika kita mampu kembali mendapatkan tongkat estafet itu, kita perlu menjaganya hingga mata kita tertutup dan terjaga dalam ketenangan selamanya. Dan saat itu, kita telah menjadi pahlawan meski tak tertulis di dalam buku besar sejarah kepahlawanan. Yang lebih penting, kita semua berhasil menunaikan amanah para pahlawan. Lalu, mari kita sama-sama wariskan tongkat itu kepada para cucu yang lahir kemudian.
Penulis: Fahmi Idris/Internship
Editor: Redaksi