Berita – Sudah ada 5 jenis vaksin Corona yang masuk Indonesia yakni Sinovac, AstraZeneca, Sinopharm, ditambah vaksinpfizer dan moderna. Dua vaksin COVID-19 dengan platform mRNA, pfizer dan Moderna, beberapa waktu lalu sudah masuk Indonesia. Keduanya mengusung teknologi mutakhir, sempat jadi incaran karena efikasinya paling tinggi berdasarkan uji klinis.
Indonesia menggunakan vaksinpfizer dengan pembelian sebanyak 50 juta dosis. Sementara dari skema multilateral Indonesia akan mendapatkan jatah 5 juta dosis Agustus ini. Lantas seperti apa hukum status kehalalan vaksinpfizer?
Dilansir dari situs resmi MUI, Majelis Ulama Indonesia (MUI) sudah melakukan sertifikasi halal pada vaksin Sinovac, AstraZeneca, dan Sinopharm. Untuk vaksin Sinovac, MUI menetapkan fatwa halal pada vaksin ini. Sedangkan AstraZeneca dan Sinopharm, MUI menetapkan bahwa keduanya adalah haram.
Namun demikian penggunaan vaksin AstraZeneca dan Sinopharm adalah dibolehkan. Ini dikarenakan kondisi yang mendesak, adanya risiko fatal jika tidak dilakukan vaksinasi, ketersedian vaksin Covid-19 yang halal tidak mencukupi, serta sulitnya mendapatkan dosis vaksin Covid-19.
“Sedangkan untuk vaksinpfizer saat ini sedang dikaji MUI dan dalam waktu dekat segera akan difatwakan,” ungkap MUI dikutip dari situs resminya.
Sementara itu, untuk vaksinmoderna didapatkan Pemerintah melalui jalur multilateral. vaksin ini didapat secara gratis dengan fasilitas Covax/Gavi.
Skemanya adalah WHO mendapatkan vaksin dari perusahaan vaksin, kemudian WHO membagikan vaksin tersebut ke negara-negara yang tergabung dalam Covac tersebut
“Dengan skema multilateral ini, untuk proses sertifikasi halal agak rumit dan panjang alurnya. Ini dikarenakan Pemerintah tidak punya akses langsung dengan perusahaan vaksin. Sehingga MUI pun tidak dapat mengakses data-data tentang bahan, proses produksi vaksin yang dapat dijadikan dasar dalam penetapan fatwa atas kehalalan produk vaksinmoderna,” tambahnya.
MUI menyampaikan bahwa dalam menetapkan fatwa produk halal berdasarkan pada tiga hal yaitu pertama, bahan baik bahan baku, bahan tambahan, dan bahan penolong harus halal. Kedua, proses produksi halal harus dijamin tidak terkontaminasi dengan najis. Ketiga, adanya sistem dalam perusahan yang menjamin kehalalan mulai dari hulu sampai hilir.
“vaksin-vaksin yang sudah difatwakan dan akan difatwakan adalah hasil diplomasi dan kerja sama bilateral antara Pemerintah dengan negara asal produsen vaksin. Dengan skema kerja sama bilateral ini, pemerintah diberikan akses dengan perusahaan untuk proses audit sertifikasi halal,” pungkas MUI.
Editor: Dita F.Alverina