Ngaderes.com (bandung),- Masih adakah kini orang yang tidak tahu floating market? Hmm, bagaimana dengan dusun bambu? Atau observatorium Bosscha? Oh, atau tempat pemerahan Susu sapi? Yup, itulah nama beberapa tempat yang ada di daerah dataran tinggi Lembang, Kabupaten bandung Barat (KBB). Keberadaan tempat-tempat tersebut ternyata menyimpan cerita yang menarik dibalik berdirinya tempat-tempat tersebut.
Keberadaan Observatorium Bosscha yang ada di Lembang yang kini menjadi salah satu tempat peradaban ilmu astronomi di bandung bahkan di indonesia. Dan tahukah kita, bahwa ternyata tempat tersebut dibangun di atas tanah milik “juragan Susu” pada masa itu. Oho, itulah Ursone Fam. Yang menghibahkan tanahnya untuk pembangunan observatorium tersebut. Lantas siapa Ursone ini?
Keluarga Ursone atau Ursone Fam. Ini merupakan orang-orang berkebangsaan Italia pertama yang mampir dan singgah di bumi priangan pada 1880. Berdasarkan histori ‘per-susuan’ di tanah air, perusahaan Susu milik keluarga Ursone ini termasuk ke dalam 3 perusahaan terkemuka di Kabupaten bandung pada masa itu. Bersama dengan para pengusaha Susu lainnya, Ursone fam. merupakan ‘cikal bakal’ usaha peternakan sapi perah jenis unggul yang dibawa dari Friesland (negeri leluhurnya sapi-sapi perah di Negeri Belanda) ke Nusantara pada awal abad ke- 20. Satu perusahaan berada di Pangalengan, serta dua lagi berada di Wilayah Ujungberung Kaler.
Lembangsche Melkerij “Ursone” di Lembang, sebuah perusahaan Susu yang didirikan oleh keluarga Ursone yang berkebangsaan Itali. Sedangkan Perusahaan “Generaal de Wet Hoeve” di Cisarua, milik Tuan Hirschland dan Van Zijll.
Hingga tahun 1938, di Wilayah bandung terdapat 22 usaha pemerah Susu dengan produksi 13.000 liter/hari. Hasil produksi Susu ini semua ditampung oleh “Bandoengsche Melk Centrale” (BMC), untuk diolah sebelum disalurkan kepada para pelanggan di dalam maupun di luar negeri (Sumber: “Bandoeng Tempo Doeloe”: 95, 1984).[1]
Keluarga Ursone pernah membawa Kota bandung menjadi sangat terkenal di awal abad ke-20. Keluarga ini membuka peternakan sapi di wilayah Lembang pada tahun 1895, lalu mendirikan pabrik pemerahan Susu Lembangsche Melkerij Ursone yang terkenal sebagai pabrik penghasil Susu berkualitas tinggi di Hindia Belanda. Saat mengawali peternakannya, keluarga Ursone memiliki 30 ekor sapi perah yang didatangkan langsung dari daerah Friesland di negeri Belanda. Dalam waktu singkat jumlah sapi ini bertambah sampai 250 ekor. Produksi Susu yang awalnya hanya 100 botol saja bertambah menjadi ribuan liter setiap harinya. Produksi Susu yang melimpah ini kemudian ditampung di Bandoengsche Melk Centrale, yaitu badan usaha gabungan para peternak dan pengusaha Susu yang memiliki fasilitas pengolahan modern dan jaringan distribusi yang lebih luas.
Kabar yang didapat mengenai Ursone ini memanglah sangat minim. Namun, bukan berarti tidak ada informasi mengenai jejak ‘Juragan Susu’ di bumi priangan ini. Informasi yang didapat ini barulah dari tempat peristirahatan terakhirnya saja. Yup! Disinilah, Makam yang bangunannya dilapisi batu marmer ini merupakan pindahan dari kerkhoff Kebon Jahe. Terdapat delapan nama dengan 11 nisan yang terpasang baik di bagian luar atau bagian dalam mauseloum ini. Kedelapan nama itu adalah A. C. Ursone v Dijk, A. Ursone, Antonio Domenico De Biasi, Dr. C. G. Ursone, G.M. Ursone, J. A. G. van Dijk, M. G. Ursone, P. A. Ursone. Tanggal lahir dan tanggal wafat ditulis dengan cara yang unik. Pada plakat A. C. Ursone v Dijk tertulis – yang artinya lahir pada tanggal 28 April 1881 dan wafat pada tanggal 10 Agustus 1919. Pada plakat Antonio Domenico De Biasi tertera – yang berarti lahir 12 Januari 1883, wafat 26 Desember 1966. Begitu pula pada plakat lainnya. Selain itu terdapat satu plakat besar di bagian dalam bangunan makam. Pada plakat yang berbaring itu tertulis nama Maria Giuseppa Ursone dengan keterangan lahir di Italia 23 April 1839 wafat di Bandoeng 1 September 1897.
Sepenggal Kisah Sang “Leveransir”
Keluarga Ursone adalah peternak sapi perah di daerah Pangalengan yang juga menjadi “leveransir” (supplier) Susu sapi ke Hotel Savoy Homann. Yang uniknya, Ursone pernah sekali waktu menyelamatkan wajah bandung dari omongan bule-bule Belanda di luar Priangan. Ceritanya pada tahun 1896 jalur kereta api telah dibuka menuju bandung dari Jawa Tengah dan Timur.
Maka tanpa pikir panjang mengenai kesiapan, walau "Hanya sebuah desa bandung”.., lantas para “gegeden” di Priangan menggelar Kongres Pengusaha Gula (Suikerplanters Congress) yang pertama di Hindia Belanda.
Orang Priangan biasa di sebut Preangerplanters >> "Petani" dari Priangan.., yang pada umumnya pengusaha kebun teh atau kopi, Sedangkan Suikerplanters adalah sebutan untuk "Petani" dari Jawa tengah dan Jawa timur pengusaha kebun tebu [2] .
Nah.., pada nyatanya kongres hanyalah tinggal sebuah helaran belaka, tujuan utama mereka adalah feestdag alias liburan di desa Bandoeng yang dijuluki “Europe In De Tropen”. Untuk penutupan acara kongres, tidak kepalang tanggung para suikerplanters dari Jawa Timur mendatangkan seorang “zangeres” Penyanyi, kenamaan dari Paris, Perancis.
Begitu makmurnya para orang perkebunan ini, bentuk hiburan apapun yang lagi trend dapat didatangkan kesini. Masalahnya, ketika mengetahui kebenaran informasi ini, panitia baru menyadari di bandung tidak ada satupun yang mempunyai piano. Setelah usut punya usut, yang ada hanya piano bobrok, itupun ada di rumah lelang Vendutiehuis (sebelah Museum Mandala Wangsit). Lalu malapetaka tidak kunjung usai, warga bandung ternyata tidak ada yang dapat memainkan piano.
Akhirnya dewi fortuna masih berpihak pada panitia, Mama Homann pemilik Hotel Savoy Homann memberitahu bahwa tukang leveransir Susu di hotelnya, yaitu Ursone bersaudara sangat piawai dalam memainkan alat musik gesek.
Kontan saja Pieter Sijthoff yang saat itu menjabat sebagai kepala Gementee bandung, sibuk menjemput Ursone bersaudara yang berada di Lembang dengan menggunakan kuda. Kecemasan panitia berakhir tepat ketika jamuan makan malam selesai dan suara kuda terdengar mendekati Sociteit Concordia (Gedung Merdeka).
Maka, acara “hura-hura” para suikerplanters dilanjutkan. Dasar musikus virtuoso, tanpa perlu latihan ketika penyanyi mulai tarik suara, lantunan piano dan biola Ursone bersaudara mampu mengiringi dengan serasi. Bayangkan apa yang terjadi pada malam penutupan kongres jika Ursone bersaudara tidak hidup di Priangan?
Yah, itulah beberapa penggalan kisah kasih dari sang Keluarga Juragan Susu yang menetap di bumi priangan. Dari hanya menjadi seorang “leveansir” hingga berasil mendirikan perusahaan besar dan bisa membawa kota priangan ke mata dunia di bidang ‘per-susuannya’. (Nia Yuniati)
Sumber :
[1] Diakses dari abdiredja.blogspot.com, arikel berjudul “Keluarga Pengusaha Susu Perah dari Sekekondang, Sindanglaya” pada 11 Mei 2016 pukul 16:30 WIB
[2]Iwan Suhermawan, artikel berjudul : Ursone Family: The First Italian in bandung....!!!