Ngaderes.com - Baitul Maqdis yang terletak di tanah suci Yerusalem, tanah yang disucikan oleh 3 agama yaitu Islam, Kristen, dan Yahudi. Baitul Maqdis memiliki banyak sebutan, seperti Masjidil Aqsha dan Haikal Sulaiman.
Sebenarnya Masjidil Aqsha ini adalah komplek dari tempat-tempat bersejarah, seperti Dome of Rocks (Kubah Shakhrah), Masjid Al-Aqsha atau juga disebut Masjid Al-Qibli dan tempat-tempat lain yang berada dalam komplek Masjidil Aqsha.
Bangunan Baitul Maqdis sendiri memiliki sejarah yang harus diketahui oleh umat beragama di dunia saat ini. Baitul Maqdis pernah dikuasai oleh Islam, Kristen bahkan Yahudi. Sehingga banyak yang terjadi terhadap Baitul Maqdis tersebut.
Umat Islam menyebut Baitul Maqdis dengan sebutan Masjidil Aqsha atau Baitul Maqdis. Sedangkan umat Yahudi menyebutnya Haikal Sulaiman.
Pembangunan Baitul Maqdis dilakukan oleh Nabi Sulaiman di bukit Moriah. Dalam pembuatan Baitul Maqdis tersebut dibantu oleh raja-raja lain, diantaranya Raja Hiram dari Tyrus. Setiap hari yang bekerja tidak kurang dari 150.000 orang dan pada malam hari dibantu oleh para jin suruhan Nabi Sulaiman.
Ketika Baitul Maqdis selesai, panjangnya sekitar 60 hasta (sekitar 30 meter), lebar 20 hasta (sekitar 10 meter), dan tinggi 30 hasta (sekitar 15 meter). Kemudian orang Yahudi menamainya Haikal Sulaiman, sebenarnya Baitul Maqdis adalah Masjid yang didirikan oleh Nabi Sulaiman dengan sebutan Masjidil Aqsha.
Sepeninggalan Nabi Sulaiman, suku-suku Bani Israil terpecah dan lambat laun meninggalkan agama tauhid mereka dan kembali menyembah berhala seperti patung sapi dan patung ikan Nun.
Pada tahun 539 SM, Haikal Sulaiman dihancurkan untuk pertama kalinya, dan pada tahun 72 SM, Baitul Maqdis dibangun kembali, lalu pada tahun 63 SM, seluruh Palestina menjadi kawasan Romawi. Baitul Maqdis dihancurkan kembali dan akan dibangun kembali oleh Penguasa Romawi.
Pada tahun 70 M, Yahudi memberontak dan pemberontakan itu dipadamkan oleh Romawi dengan kejam. Haikal Sulaiman dihancurkan kembali dan yang tertinggal hanyalah dinding ratapan yang sekarang disebut dengan Al-Mabka.
Pada masa kepemimpinan Umar ibn Khattab, sebuah masjid tekenal didirikan sebagai masjid Umar (yang kini disebut dengan Masjid Al-Aqsha atau Masjid Al-Qibli). Masjid ini tidak didirikan pada tempat yang dianggap keramat oleh umat Yahudi (seperti Al-Mabka atau dinding ratapan) melainkan di tempat tinggi yang membelakangi tempat dinding ratapan berada namun tetap satu komplek yaitu komplek Masjidil Aqsha.
Pada masa kepemimpinan Malik ibn Marwan, Masjid Umar diganti nama dengan Masjid Al-Aqsha. Sebagai kenangan dari masjid yang didirikan Nabi Ibrahim, lalu oleh Nabi Sulaiman. Masjid tersebut mengalami perbaikan dan perluasan pada masa kekuasaan Bani Seljuk.
Pada 1095 M, 40.000 tentara salib menduduki Baitul Maqdis atau Masjidil Aqsha. Umat Islam dibantai habis-habisan baik anak-anak sampai perempuan sehingga lantai masjid penuh dengan genangan darah. Masjid Al-Aqsha pun dijadikan sebuah gereja yang disebut dengan Tempilum Domini.
Pada 1187 M, tentara Salahuddin Ayyubi merebut kembali Yerusalem. Gereja itupun kembali menjadi masjid. Hingga tahun 1917 M, orang Yahudi dengan bantuan Inggris ingin membawa kembali Haikal Sulaiman dan merobohkan Masjid Al-Aqsha dengan menggali di sekitar masjid. Bahkan orang Yahudi mencoba untuk membakar Masjid Al-Aqsha pada hari Jumat 22 Agustus 1969 melalui seseorang bernama Michel Dennis William Rohem, seorang Yahudi dari Australia. Dan hingga kini perencanaan penghancuran Masjid Al-Aqsha masih dilancarkan untuk kepentingan umat Yahudi untuk membangun kembali Haikal Sulaiman.
Editor : Nia Yuniati