ngaderes.com - Begitu seringnya kita mengamati naskah Alquran yang telah mengalami kerusakan dan pelapukan. Kemungkinan besar naskah itu sudah sobek dan tersebar, tidak terjaga, dan tidak layak lagi untuk dibaca. Bagaimana sebaiknya kita merespon situasi ini? Berikut penjelasannya seperti dilansir dari situs resmi MUI.
Dalam karyanya "al-Itqan fi ‘Ulum Alquran", Imam as-Suyuthi (w 911 H) menjelaskan dengan detail bagaimana kita sebaiknya menangani naskah Alquran yang sudah usang.
Menurut Imam as-Suyuthi, ada tiga pilihan dalam merespon naskah Alquran yang sudah rusak. Pertama, kita dapat mencuci lembaran naskah dengan air untuk menghilangkan tinta yang menuliskan firman Allah SWT.
Baca Juga: MUI Dorong Adanya Undang-Undang Anti-Islamophobia di Asia Tenggara
Namun, metode ini mungkin kurang relevan untuk diterapkan pada era sekarang. Kini, proses percetakan Alquran telah mengalami kemajuan pesat dan berbeda jauh dari zaman dahulu yang menggunakan teknologi yang sederhana sehingga tinta mudah luntur jika terkena air.
Pilihan kedua adalah dengan menghanguskannya. As-Suyuthi berpendapat bahwa dasar kebolehan menghanguskan mushaf Alquran merujuk pada kisah pembakaran lembaran Alquran pada zaman Sahabat Utsman bin Affan RA.
Ketika itu, khalifah ketiga dalam agama Islam ini membakar naskah Alquran yang tidak memenuhi standar yang seharusnya. Upaya untuk menyatukan gaya penulisan Alquran ini dikenal sebagai Rasm Utsmani, yakni gaya tulisan khas Alquran yang masih digunakan hingga sekarang.
Jadi, di antara cara merendam lembaran mushaf dengan air dan menghanguskannya, mana yang lebih baik?
Menurut as-Suyuthi, lebih baik jika mushaf tersebut dihanguskan. Namun, as-Suyuthi juga menyebutkan pandangan para ulama yang berpendapat bahwa tidak seharusnya menghanguskan mushaf Alquran yang telah rusak. Pendapat semacam ini disampaikan oleh al-Qadhi Husein (w 462 H), sedangkan al-Nawawi (w 676 H) memandangnya sebagai perbuatan makruh.
Cara yang ketiga adalah menguburnya di dalam tanah yang jauh dari lalu lalang manusia. Menurut as-Suyuthi cara ini banyak tertera di kitab-kitab pengikut mazhab Hanafi.
Baca Juga: Baznas Kota Bandung Rumuskan Tiga Kunci Penanggulangan Kemiskinan
Mereka berpendapat mushaf Alquran yang sudah rusak tidak dibakar melainkan dikubur di dalam tanah. Ini mungkin dianalogikan dengan manusia yang telah meninggal, penghormatan terakhir baginya adalah dengan cara dikubur.
Cara ini juga menurut as-Suyuthi agar menutup kemungkinan mushaf tersebut terinjak-injak secara langsung.
(Selengkapnya lihat: Jalaluddin as-Suyuthi, al-Itqan fi ‘Ulum al-Qur’an, juz 4, hlm 190)
Namun, perlu diperhatikan tiga cara di atas harus dilandasi niat memuliakan Alquran, supaya mushaf Alquran terjaga kehormatannya. Juga dengan tujuan saddudz dzari’ah, yaitu menghindari hal-hal yang tidak diinginkan seperti terinjak, dibuang ke tempat sampah, dan lain sebagainya.***
Artikel Terkait
Seri Kuliner Halal: Bosan makan Daging Sapi? Daging Kuda Dibolehkan oleh Rosulullah
Tanggapi Viral Nabidz Wine Halal, Ini Penjelasan Ketua MUI