ngaderes.com - Dalam Al-Qur’an, perintah dan definisi Ramadhan tidaklah berubah yakni tetap dalam konteks yang sama. Tidak ada nikmat yang dikurangi sedikitpun dan tidak ada beban yang dilebihkan sekalipun.
Sebagai bentuk kasih sayang-Nya, Allah undang orang-orang yang beriman untuk melatih diri di bulan Ramadhan, hingga bisa akselerasi ke jenjang hamba dengan mendapatkan ampunan dan pahala yang berlipat ganda.
Tingkatan hamba Allah, dilihat sesuai dengan keinginan memperbaiki diri yang dimulai dengan bertaubat dari berbagai dosa.
Allah yang memiliki manusia, tentunya selalu memiliki sifat di setiap sikap manusia yang berlebihan atau yang kurang dari standar sebagai hamba.
Di dunia ini, penyelenggara pelatihan kaderisasi manakah yang memberikan kesempatan dengan grand desainnya yang selalu diulang agar pesertanya lulus?
Maka, bentuk keistimewaan dan perintah Ramadhan tahun ini yang selalu sama dengan Ramadhan di bulan Rasul, kita perlu mengenal sifat Allah agar optimis mendapatkan ampunan dan meningkat jenjang kehambaannya.
Dalam Al-Qur’an, jenis kesalahan itu dibagi 5.
Pertama, kesalahan yang belum tentu ada dosanya (Khoto/ Khoto’un). Misalkan telat menunaikan sholat asar di jam 14.50 WIB, tiba-tiba sholat pukul 15.00 WIB.
Meskipun hal itu adalah perbuatan salah, namun belum tentu dosa. Sebab ada kemungkinan orang tersebut, sebelumnya mengalami kelelahan lalu baru bangun tidur, kelupaan, atau baru bebas dari macet dan baru menemukan masjid. Maka, kesalahan yang belum tentu ada dosa ini disebutnya khoto.
Sifat Allah memaafkan kesalahan yang belum tentu ada dosanya ini disebut ‘afuwwun atau al-‘afuwwu.
Kedua, kesalahan yang ada dosanya yang disebut dzanbun. Misalkan setelah memperlambat sholat di jam 14.50 WIB, lalu sengaja memutuskannya sholat asar jam 15.30, padahal sedang tidak ada hambatan. Perbuatan yang demikian disebut dosa jenis dzambun.
Sifat Allah memaafkan kesalahan yang ada dosanya disebut ghaafir. Terkait hal tersebut, tertera dalam Kitab al Quran surat Ghafir ayat 3.
Ketiga, jenis kesalahan yang melibatkan orang lain di sekitar disebut dzunuubun. Misalnya selain memperlambat diri sendiri untuk sholat, juga mengajak orang lain untuk ikut memperlambat sholat.
Inillah yang disebut dengan dzunuubun. Sifat Allah memaafkan ini disebut ghaffaaruun. Kata ghaffaaruun terdapat dalam Kitab al Quran surat Nuh ayat 10 yang menggambarkan bahwa kesalahan yang dibuat oleh satu orang mulai mengajak orang lain pula.
Artikel Terkait
Segala Kebaikan Datangnya dari Allah, Sedangkan Segala Keburukan Datang Karena Kesalahan Manusia
Keutamaan Surat al-Baqarah sebagai Puncak al-Quran