ngaderes.com - De Tjolomadoe ternyata juga mempunyai kisah sendiri, sempat mengalami kejayaan di abad 19 sampai awal abad 20 sebagai produsen gula terbesar Asia.
Simak cerita lengkapnya seperti dilansir dari situs resmi indonesia.go.id. Memasuki ruangan gedung De Tjolomadoe, Karanganyar, Jawa Tengah, serasa memasuki lorong waktu. Pengunjung disuguhi ragam koleksi benda dan artefak prasejarah Nusantara. Benda yang dipajang dalam Pameran “Kampung Purba”, antara lain, replika hewan zaman purba dan sejumlah peralatan prasejarah.
Benda-benda prasejarah yang ditampilkan dalam pameran merupakan koleksi dari 16 instansi Balai Pelestarian Cagar Budaya yang ada di Indonesia, mulai dari Sangiran, Aceh, Sumatra Barat, Banten, Bali, Daerah Istimewa Yogyakarta, Kalimantan Timur, Gorontalo, Sulawesi Selatan, Ternate, Museum Geologi Bandung, hingga Museum Nasional Indonesia.
Ajang ini merupakan agenda Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) bertajuk pameran prasejarah “Jejak Peradaban Prasejarah di Nusantara”. Pameran dibuka secara resmi pada 17 September 2022 di De Tjolomadoe dan berlangsung hingga 24 September 2022.
De Tjolomadoe ternyata juga mempunyai kisah sendiri. Gedung tersebut merupakan bekas pabrik gula (PG) Colomadu yang didirikan Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya (KGPAA) Mangkunegara IV. Sempat mengalami kejayaan di abad 19 sampai awal abad 20 sebagai produsen gula terbesar Asia.
Sampai kemudian pada 2018 dibuka kembali setelah direvitalisasi oleh Kementerian BUMN. Keberadaannya kini menjadi pusat budaya, ruang konser, ruang unjuk karya kreatif, komersial area berisi tenant food and beverage yang bisa digunakan untuk nongkrong kawula muda Joglosemar (Jogjakarta, Solo, dan Semarang).
Pameran prasejarah tersebut diselenggarakan oleh Direktorat Pengembangan dan Pemanfaataan Kebudayaan bekerja sama dengan Balai Pelestarian Situs Manusia Purba, Museum Geologi Bandung, Balai Pelestarian Cagar Budaya seluruh Indonesia, Museum Nasional, Balai Pelestarian Nilai Budaya D.I Yogyakarta, dan Balai Konservasi Borobudur.
Menurut Kepala Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran, Iskandar Mulia Siregar, Pameran “Kampung Purba” berisi refleksi rekonstruksi kehidupan masa prasejarah dalam bentuk kampung yang terbagi dalam beberapa klaster.
“Setiap klaster menyajikan cerita tentang cara hidup dan beradaptasi manusia hingga tercipta sebuah peradaban yang khas dari masa ke masa,” ujar Iskandar, Sabtu (17/9/2022).
Suasana “Kampung Purba” dirasakan oleh kalangan siswa SD hingga SMA. Seperti yang dialami siswa SMPN 2 Colomadu, Monica Nada Amalia dan Muhammad Afnan Khafid. Monica dan Afnan sudah dua kali menghadiri pameran ini.
Meskipun bukan pertama kalinya, mereka tetap antusias dalam mempelajari sejarah benda-benda purba. “Di sini bisa dapat pengetahuan sejarah di zaman purba, cara berburu, dan beradaptasi,” ujar Afnan. Monica juga menambahkan, dengan mengunjungi pameran, ia dapat melihat secara langsung penggambaran benda-benda prasejarah. “Jadi lebih menyenangkan belajarnya,” tuturnya.
Kedua siswa itu berharap pameran bisa diadakan tiap tahun agar pelajar bisa terus belajar prasejarah dengan cara menyenangkan. “Semoga bisa diadakan tiap tahun, supaya bisa tahu lebih banyak tentang prasejarah Indonesia. Lebih menyenangkan selain di kelas,” ujar Afnan.
Pameran “Kampung Purba” juga menjadi sumber ajar bagi guru, salah satunya guru SMPN 2 Colomadu, Purwaningsih. Ia menuturkan, pameran membantunya dalam proses mengajar. “Pameran ini membantu para guru dalam mengajar, karena materinya tidak perlu disiapkan lagi dan siswa dapat mengembangkan apa yang mereka lihat sehingga secara langsung dapat ilmu sejarah manusia purba,” kata Purwaningsih.
Ia juga berharap kegiatan yang menginspirasi ini dapat terus berlangsung sehingga masyarakat dapat pengetahuan prasejarah lebih mudah.
Artikel Terkait
Mengapa Harus Mempelajari Sejarah, Berikut Kata Imam Abu Hanifah : Tegas Menolak Membantu Pemerintahan Dzalim
Sejarah Panjang Monumen Pers Nasional, Yuk Simak!