Histori- Di bumi Nusantara, Hari Ibu dirayakan setiap 22 Desember. Menurut tanggal disahkannya, tahun ini adalah kali ke-93 Hari tersebut diperingati. Hari ini juga mempuyai sebuah semboyan, yaitu Hari Ibu Merdeka Melaksanakan Dharma, melambangkan kesetaraan antara kaum Hawa dan Adam. Sebenarnya bagaimanakah Hari Ibu di Indonesia bisa diperingati?
Dimulai Dari Semangat Sumpah Pemuda
Setelah semarak Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928, perempuan seolah tidak mau kalah untuk membuat acara yang sama. Pada 22 Desember hingga 25 Desember 1928, perempuan menyelenggarakan Kongres Perempuan Indonesia di Yogyakarta secara perdana.
Diadakannya kongres sebenarnya tidak lepas dari zaman kolonial yang sarat budaya patriarki. Maka ketika kabar bahwa kongres tersebut akan diadakan, banyak perkumpulan perempuan yang mengikutiya, seperti Wanita Oetomo, Aisyah, Poetri Indonesia, Wanita Katolik, Wanito Moeljo, dan bagian-bagian perempuan di dalam Sarekat Islam, Jong Islamieten Bond dan Wanita Taman Siswa.
Salah satu penggagas kongres tersebut, Sujatin, mengatakan Sumpah Pemuda menjadi tolak ukur semangat untuk mengadakan sebuah acara yang sama, dengan peserta yaitu perempuan se-Indonesia untuk tujuan persatuan bangsa. Maka tidak heran jika selama kongres, masalah pendidikan perempuan, nasib janda, perkawinan anak-anak, peningkatan harga diri perempuan, dan berbagai isu perempuan lainnya ikut dibahas.
Hasil dari kongres ciwi-ciwi tersebut, mereka membentuk organisasi mandiri, yaitu Perikatan Perkoempoelan Perempoean Indonesia (PPPI).
Satu tahun kemudian (1929), PPPI berubah menjadi Perikatan Perkoempoelan Istri Indonesia (PPII). Perkumpulan tersebut makin gencar melakukan kegiatan, yakni pada tahun 1935 PPII mengadakan Kongres Perempuan Indonesia jilid 2 di Jakarta. Dari kongres, PPII membentuk Badan Kongres Perempuan Indonesia yang fungsi utamanya adalah menjadikan Perempuan Indonesia sebagai Ibu Bangsa yang menumbuhkan serta mendidik generasi baru yang sarat akan rasa kebangsaan.
Setelahnya, organisasi melakukan kerja nyata untuk menyejahterakan perempuan, dengan memberikan bantuan advokasi bagi perempuan korban pertikaian rumah tangga. Hingga puncaknya, pada kongres ketiga PPII di tahun 1938, sepuluh tahun usai Sumpah Pemuda, ditetapkan 22 Desember sebagai tanggal untuk memperingati Hari Ibu.
21 tahun kemudian, tepatnya saat Presiden Soekarno membacakan Dekrit No.316 tahun 1959, sang proklamator mengesahkan peringatan Hari Ibu setiap 22 Desember.
Selain itu, Hari itu juga mempunyai lambang, yaitu setangkai bunga melati dengan kuntumnya. Bunga tersebut melambangkan kasih sayang ibu-anak, kekuatan dan kesucian pengorbanan anak, dan kesadaran untuk kesatuan dan persatuan serta keikhlasan dalam pembangunan bangsa dan negara.