Al-Mubarrid, Tokoh Ilmu Linguistik dari Jazirah Arab
Histori - Pakar sastra berkebangsaan Indonesia Harimurti Kridalaksana Martanegara mendeskripsikan linguistik sebagai ilmu yang mempelajari, mengkaji hakikat bahasa dan seluk beluk bahasa secara umum yang dimiliki manusia sebagai alat komunikasi. Pengertian lainnya, linguistik adalah ilmu tentang bahasa atau ilmu yang menyelidiki bahasa secara ilmiah.
Sederhananya, linguistik adalah ilmu yang mempelajari penggunaan bahasa sebagai alat komunikasi.
Tokoh yang terkenal akan kontribusinya pada linguistik ialah Ferdinand De Saussure. Pemikiran-pemikirannya akan linguistik diabadikan dalam buku Cours de linguistique générale.
Namun, jauh di belahan Jazirah Arab, ada seorang tokoh yang juga punya andil pada linguistik, berfokus pada bahasa Arab. Ia adalah Al-Mubarrid, bernama asli Abu Al-‘Abbas Muhammad bin Yazid bin Abdul Akbar bin ‘Umair bin Hassan bin Salim bin Sa’ad bin ‘Abdullah bin Yazid bin Malik bin Nashr Al-Azdi bin Al-Ghauts. Beliau hidup pada ke-khalifahan Abbasiyah, dan akrab dengan linguistik sejak kecil.
Al Mubarrid Terkenal Akan Kekuatan Dalam Berargumen
Pada awal ketertarikkannya akan linguistik, Al-Mubarrid belajar ilmu nahwu pada Abu ‘Umar Al-Jarami, dan ilmu morfologi (sharf) dari Abu Utsman Al-Mazini. Di sana pula ia belajar dari sebuah karya yaitu Al-Kitab karya seorang ahli bahasa klasik yakni Sibawaih.
Selain belajar, ia tidak segan melontarkan kritik pada beberapa pendapat Sibawaih. Bahkan karena argumennya yang sempurna dan sarat akan detail itulah, ia dijuluki Al-Mubarridoleh gurunya, Al-Mazini. Semenjak itu, Al-Mubarrid seakan viral akan sikap kritisnya itu.
Pada 246 Hijriyah, Al-Mubarrid akhirnya dipanggil oleh Khalifah Al-Mutawakkil dan Menteri Al-Fath bin Khaqqan. Ia dipanggil untuk menyampaikan fatwanya soal bahasa Arab dan nahwu. Merasa berterima kasih atas bantuan yang diberikan, Al-Mubarrid dijuluki surra man ro’a oleh petinggi tersebut.
Al-Mubarrid Seorang Dosen, dan Mempunyai Murid Spesial
Tidak ingin puas sendiri, Al-Mubarrid membagikan ilmunya, terutama dalam bidang bahasa Arab dan nahwu. Ia membagikannya dengan menjadi seorang guru di Baghdad. Dalam perjalanan karirnya tersebut ada sebuah kisah menarik mengenai salah satu muridnya.
Murid tersebut ialah Az-Zujaj si pemotong kaca. Dengan profesinya tersebut, ia menjalankan hidup yang sederhana, namun kaya akan rasa haus ilmu. Bahkan, Al-Mubarrid sampai mau mengajari Az-Zujaj tanpa gaji sedikit pun. Meski gratis, Az-Zujaj tetap mendisiplinkan dirinya sendiri untuk tetap memberikan gurunya satu dirham, walau sedikit kesusahan. Hal tersebut sebanding dengan kemampuannya, hingga Al-Mubarrid mendahulukannya untuk membaca kitab karya Sibawaih serta menyampaikan isinya.