Histori - Monumen Djuang Kota Pekalongan disebut juga Monumen 3 Oktober. Monumen ini berlokasi di kelurahan Bendan, Kecamatan Pekalongan Barat, Kota Pekalongan. Monumen ini menjadi salah satu ikon bersejarah perjuangan rakyat Pekalongan melawan penjajah Jepang. Jauh sebelum Monumen Djuang Kota Pekalongan dibangun, setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, pejabat Jepang yang berada di Kota Pekalongan sempat merahasiakan kabar kemerdekaan Indonesia dari masyarakat Kota Pekalongan. Di lain waktu, pada 22 Agustus 1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) membentuk Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) di Jakarta, sebagai penjelmaan tujuan dan cita-cita bangsa Indonesia dalam menyelenggarakan kemerdekaan Indonesia. Langkah selanjutnya dari kemunculan KNIP, pada 28 Agustus 1945 dibentuklah Komite Nasional Indonesia Daerah (KNID) di karesidenan Kota Pekalongan dengan dr. Sumbadji sebagai ketua dan dr. Ma'as sebagai wakilnya. Atas usulan KNID Pekalongan, Mr. Besar Martokusumo dilantik menjadi Residen Pekalongan pada 23 September 1945 oleh Presiden Soekarno. Upaya pertama KNID pada saat itu ialah pengambilalihan kekuasaan dari tangan Jepang. Pada September 1945 KNID Pekalongan sudah mulai menghubungi Syuchokan Pekalongan yaitu Tokonami agar menyerahkan kekuasaannya kepada rakyat Pekalongan. Dr. Sumbadji selaku ketua KNID Pekalongan mengusulkan agar dibentuk Badan Kontak untuk menyatukan masyarakat serta menampung aspirasi mereka agar tindakan yang diambil bisa manunggal dan terorganisir. Keesokan harinya masyarakat Pekalongan berkumpul di lapangan Kebonrojo, depan Gedung Kempetai sejak pukul 08.00 WIB. Tak hanya masyarakat karesidenan Pekalongan, akan tetapi masyarakat yang berkumpul di lapangan Kebonrojo sebagian ada yang berasal dari Batang dan Comal. Masyarakat hadir dengan mengenakan pakaian siap tempur dan membawa senjata yang berupa bambu runcing dan parang. Selain rakyat jelata, sejumlah anggota Kepolisian juga hadir dengan mengenakan pakaian preman. Anggota kepolisian tersebut yaitu, Suwarno, Sunaryo, Utarman, Hoegeng, Utaryo, A. Bustomi dan teman-temannya. Perkumpulan ini juga di hadiri oleh KH. Syafii Abdul Majid dan KH. Siroj yang mengerahkan dan memimpin masyarakat. Pada waktu yang bersamaan di tengah perundingan di Gedung Kempetai, terjadi penyandraan orang-orang Jepang dari kelompok Pemerintahan dan kelompok Sakura, yang disekap oleh masa di kantor Shuchoo. Perundingan dimulai pukul 10.00 WIB antara pihak Jepang dan Indonesia. Dalam perundingan tersebut masyarakat Pekalongan menuntut tiga hal. Yaitu
- Pemindahan kekuasaan secara damai dan secepatnya.
- Semua senjata Jepang harus diserahkan kepada rakyat Pekalongan.
- Memberikan jaminan kepada pihak Jepang bahwa mereka akan diperlakukan baik dan dikumpulkan di markas Keibetei (Museum Batik).