ngaderes.com - Kintamani tak hanya dikenal sebagai daerah berselimut kabut. Bukan pula soal pesona danaunya yang terluas di Bali dan sumber air lahan pertanian di utara Pulau Dewata.
Melansir dari situs indonesia.go.id berikut review tentang Kintamani. Bali sebagai daerah tujuan utama pariwisata kelas dunia tidak hanya bercerita soal kemolekan pantai dan hijaunya alam serta pesona pemandangan sawah terasering yang diminati turis mancanegara.
Pulau seluas 5.780 kilometer persegi itu tidak hanya mengoleksi beragam karya seni dan budaya bernilai tinggi. Namun Bali juga punya daerah pegunungan berhawa sejuk pada ketinggian 1.200--1.900 meter di atas permukaan laut yang tak kalah memukaunya.
Namanya Kintamani, sebuah kecamatan seluas 366,92 km2 yang berada di Bangli, satu-satunya kabupaten yang tidak punya pantai atau laut. Lokasinya sekitar 60 km dari pusat kota Denpasar atau 1,5 jam perjalanan darat.
Kintamani didiami hampir 100 ribu jiwa dengan mata pencarian sebagai petani, jasa pariwisata, dan pegawai negeri sipil (PNS). Tak hanya dikenal dengan satwa endemik berupa anjing kintamani, daerah di utara Pulau Dewata itu juga punya sejarah yang menarik.
Mengutip penjelasan di website Pemerintah Kecamatan Kintamani, nama daerah itu sudah ada dalam Wrhaspati Tattwa. Ini adalah sebuah lontar tua berbahasa Sansekerta dan Jawa kuno terdiri dari 75 pasal atau sloka.
Kintamani berasal dari kata Cintamani, dalam sloka 65 disebut sebagai Asta Guna atau tempat yang dikehendaki. Lain lagi pendapat mendiang tokoh budaya dan sastra kuno setempat, I Nyoman Singgin Wikarman. Ia memperkirakan, Kintamani atau Cintamani dalam kitab Weda diartikan sebagai sesuatu yang dapat memberi kebahagiaan lahir dan batin.
Tak salah kiranya menggambarkan Kintamani sedemikian rupa, sebagai tempat yang susah dilupakan. Sebagai daerah di ketinggian, kabut tebal acap menyelimuti sebagian Kintamani sejak pagi hingga siang hari, utamanya pada Agustus hingga Maret. Kabut sangat tebal dapat terbentuk saat puncak musim hujan November--Februari.
Kalau ingin merasakan sensasi menikmati kabut tadi, datanglah sebelum jam 7.00 Wita. Silakan langsung mencari persinggahan di kedai-kedai makan atau warung kopi modern di sepanjang Jalan Raya Kintamani. Tepatnya di sekitar Penelokan, Desa Kedisan, yang berada pada ketinggian 1.495 meter dari permukaan laut. Pengelola umumnya menyediakan pelataran terbuka yang posisinya ada di belakang bangunan kedai, menghadap ke Gunung Batur dan Danau Batur.
Sambil menyeruput kopi kintamani dan mencicipi gorengan hangat, kita bisa menyaksikan pemandangan tak biasa di depan mata, jajaran kabut menghampar seperti tumpukan kapas putih di udara. Kabut menutupi Danau Batur dari pandangan mata dan hanya menyisakan keangkuhan puncak Gunung Agung menemani Gunung Batur yang berkaldera kembar.
Pemandangan jajaran kabut itu terjadi sekitar 300--400 meter lebih rendah dari tempat kita duduk. Ini membuat kita seolah-olah sedang berada di sebuah negeri atas awan. Kabut akan perlahan menghilang seiring meningginya sinar mentari. Pemandangan pun berganti, menampilkan keindahan permukaan air Danau Batur yang jernih dan tenang seraya memantulkan cahaya matahari.
Keistimewaan peristiwa alam khas Kintamani itu menginspirasi pekerja seni Kurnaen Suhardiman menuangkannya menjadi sebuah film drama berjudul "Kabut di Kintamani". Film yang produksi pada 1972 itu dibintang WD Mochtar, Marlia Hardi, dan Alam Surawidjaja.
Objek Wisata Lainnya
Kintamani tak hanya dikenal sebagai daerah berselimut kabut. Bukan pula soal pesona danaunya yang terluas di Bali dan sumber air lahan pertanian di utara Pulau Dewata. Ataupun pesona gunung berkaldera seukuran 10 kmx13 km, salah satu terbesar di dunia. Kintamani juga punya Pura Ulun Danu Batur, tempat persembahyangan terpenting dan pemelihara harmoni dan stabilitas seluruh pulau.
Artikel Terkait
Kabupaten Probolinggo Punya Surga Wisata Gunung yang Indah untuk Didaki
Menjelajah Keindahan Gunung Galunggung Tasikmalaya