Kebebasan adalah hal yang diimpikan banyak manusia. Tak hanya kebebasan fisik, tapi juga hati dan pikiran. Sayangnya, tidak ada kebebasan yang sempurna, karena setiap kebebasan manusia akan dibatasi oleh kebebasan manusia lain.
Terlebih jika kebebasan itu sudah masuk ke ranah sosial, dimana setiap keputusan atau pilihan yang kita ambil untuk kebebasan kita akan membawa atau memberikan pengaruh untuk orang lain. Karena sebagai makhluk sosial, seorang manusia tidak bisa dilepaskan dari manusia lainnya.
Contohnya saja kebebasan setiap diri mengenakan busana apapun dan menjalani hidup dengan gaya yang dia mau. Melarang cara berbusana tertentu atau menolak gaya hidup tertentu dianggap sebagai intervensi ke ranah pribadi. Meski pada kenyataannya bagaimana seseorang berpakaian dan hidup dapat mempengaruhi orang lain.
Baca Juga: Ungkap Filosofi Label Halal Indonesia, Begini Pemaparan dari Kemenag
Misalnya saja di zaman Jahiliyah. Pada zaman tersebut orang terbiasa dengan busana yang menantang syahwat dan perilaku hidup yang kurang menjaga kehormatan kaum perempuan. Dengan kata lain perempuan itu murah dan direndahkan.
Hal ini menunjukkan bahwa fashion Jahiliyyah ini tidak lagi berada di ranah pribadi, tetapi sudah berdampak dalam bentuk interaksi sosial yang buruk. Misal saja maraknya pergaulan bebas, sebagai tindaklanjut dari tidak terbendungnya hawa nafsu gara-gara busana yang menantang syahwat.
Tak hanya fashion, gaya hidup seseorang juga dapat mempengaruhi orang lain. Terlebih di era sosial media seperti sekarang, dimana gaya hudup tiap orang dapat ditampilkan dan dilihat dengan bebas. Contoh langsung gaya hidup yang mempengaruhi kehidupan orang lain secara langsung adalah gaya hidup memamerkan kekayaan.
Baca Juga: Bantu Jaga Kesehatan Pendengaran, Ingat Penggunaan Headset Saat Meeting Online
Sekarang ini banyak konten-konten, baik di sosial media ataupun media massa yang menunjukkan bagaimana seseorang menggunakan harta mereka. Hal ini dapat mendorong orang lain untuk berperilaku boros ataupun berhutang, agar tetap dipandang “gaul dan tidak ketinggalan zaman” karena tidak mengikuti tren ini.
Artikel Terkait
Bagian 1: Antitesis Kecerdasan, Cerdas dan Bodoh Versi Allah SWT Versus Versi Manusia
Bagian 2: Antitesis Kecerdasan, Berat untuk Move On dari Kesyirikan
Bagian 3:Antitesis Kecerdasan, Distrust atau Rasa Ketidakpercayaan Terhadap Kepemimpinan Islam dan Rasullullah
Bagian 4: Antitesis Kecerdasan, Memilih Rule of Life yang Bukan Berasal dari Creator of Life?