ngaderes.com - Sebagai negara dengan penduduk mayoritas muslim, peranan ulama dan santri di Indonesia nyatanya cukup andil dalam memperjuangkan kemerdekaan negara. Salahsatunya melalui organisasi masyarakat Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU) yang dipimpin oleh KH. Hasyim Asy’ari.
Sejak kemunculannya, NU berdiri dengan semangat nasionalisme dan menjunjung tinggi nilai-nilai kebangsaan yang berdasarkan syariat Islam. Oleh karena itu perjuangan yang dilakukan oleh NU berlandaskan semangat jihad dan juga sebagai bentuk rasa cinta terhadap tanah air (Hubb al-Wathan).
Jihad di Jalan Allah (fi sabilillah)
Gagasan NU atas rasa cinta terhadap tanah air (Hubb al-Wathan) terbukti memberi semangat perjuangan kemerdekaan di kalangan muslim. Hal ini didasari semangat jihad untuk membebaskan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dalam jajahan Belanda dan Jepang.
Hal yang perlu digaris bawahi adalah perjuangan tersebut dilakukan sesuai dengan kemampuan masing-masing. Tidak selalu terjun ke medan tempur, masyarakat juga bisa ikut andil seperti memberi akomodasi atau menjaga harta orang yang ikut berperang.
Menyikapi hal tersebut, atas arahan KH. Hasyim Asya’ari, NU kemudian mendirikan berbagai organisasi pemuda yang bersifat nasionalis. Para ulama di sini membentuk laskar-laskar perjuangan fisik seperti laskar Hizbullah yang dipimpin oleh KH. Zaenudin Arifin dan laskar Sabilillah yang dipimpin oleh KH. Masykur.
Selain laskar, ulama dan santri juga berperan aktif dalam organisasi negara yaitu PETA (Pembela Tanah Air). Melalui organisasi dan laskar-laskar tersebut, NU telah berperan dalam mempertahankan tanah air dari penjajah yang dimaknai sebagai jihad di jalan Allah (fisabilillah).
Resolusi Jihad
Hasyim Asy'ari berpendapat bahwa jihad merupakan suatu amalan besar yangmenjadi kewajiban muslim ketika dalam kondisi sedang diserang oleh musuh. Dalam konteks tersebut, KH. Hasyim Asy'ari menyebut perjuangan mempertahankan NKRI merupakan hal yang wajib dilakukan oleh seluruh rakyat Indonesia.
Hal tersebut berlandaskan Al-Quran Surat Al-Baqoroh ayat 190. Dari sinilah NU kemudian bersepakat mendukung upaya pergerakan rakyat melawan penjajahan sebagai bentuk jihad fisabilillah. Sehingga muncullah fatwa ulama NU pada 22 Oktober 1945 yang kemudian melahirkan “resolusi jihad”.
Berikut bunyi resolusi tersebut:
Fatwa Resolusi Jihad fi Sabilillah berbunyi:
”Berperang menolak dan melawan penjajah itu fardlu ’ain yang harus dikerjakan oleh tiap-tiap orang Islam, Iaki-Iaki, perempuan, anak-anak, bersenjata atau tidak) bagi yang berada dalam jarak Iingkaran 94 KM dari tempat masuk dan kedudukan musuh. Bagi orang-orang yang berada di Iuar jarak Iingkaran tadi, kewajiban itu jadi fardlu kifayah (jang cukup, kalau dikerjakan sebagian saja“.
Resolusi ini nyatanya telah berpengaruh besar terhadap semangat juang kaum muslim dalam upaya melawan penjajah. Berkat putusan tersebut membuat semangat masyarakat Surabaya bangkit dan berjuang dalam aksi heroik pada 10 November 1944 atau yang saat ini, kita kenal sebagi Hari Pahlawan.
Penulis : Gina Nurulfadilah